Minggu, 30 Januari 2011

PERMALAHAN PROFESIONALITAS GURU TERHADAP PRESTASI SISWA

PERMALAHAN PROFESIONALITAS GURU
TERHADAP PRESTASI SISWA
M. Muhtarom
I. Permasalahan

Guru memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selain mendidik, mengajar, guru juga memegang peranan untuk melatih siswa agar memiliki ketrampilan-ketrampilan. Guru sebagai profesi tidak hanya di tuntut bidang ilmu, bahan ajar dan metode, melainkan harus mampu memotivasi peserta didik memiliki ketrampilan yang tinggi dan wawasan luas tentang pendidikan. Namun dalam prakteknya di lapangan, guru menghadapi berbagai masalah yang berhubungan dengan profesionalitasnya yaitu :
1. Peserta didik sulit berkonsentrasi, ketika guru menghadapi berbagai permasalahan.
2. Menurunya moral dan akhlaq peserta didik .

II. Analisis Permasalahan

a. Berdasarkan Konsep / Teori Profesionalisme Guru.
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan di tekuni seseorang . Dalam UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen mengatakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi .
Kata professional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang memiliki keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Sementara itu Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivasion). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, yang dimaksud profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu guru yang professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang di persyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran .
Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh guru professional yaitu:
1. Kompetensi kepribadian,: kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlaq mulia.
2. Kompetensi pedagogik : meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3. Kompetensi professional; Merupakan suatu penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi, kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuanya.
4. Kompetensi social; merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan berbagai kompetensi yang dimiliki oleh guru tersebut, maka guru dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya dilapangan.

b. Berdasarkan konsep atau teori tentang standar pendidikan nasional.
Dalam peraturan pemerintah no 19 tahun 2005. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara kesatuan republik Indonesia (pasal 1 ayat 1) Dalam UU RI No 20 tahun 2003 bab IX pasal 35 sistem pendidikan nasional :
1) system pendidikan nasional terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana pra sarana,pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus di tingkatkan secara berencana dan berkala.
2) standart nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan pra sarana, pengelolaan dan pembiayaan.
3) pengembangan standart nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaianya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
4) ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana di maksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, sangatlah berhubungan dengan UU No 20 tahun 2003 Bab IX pasal 35 ayat 1 tentang standar nasional pendidikan, mengenai tenaga kependidikan. Mengenai tenaga kependidikan di atur pasal 40. Dalam UU No 20 tahun 2003 Bab XI pasal 39 ayat 2 berbunyi :
1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayaanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
2) Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Pasal 40 ayat 2 berbunyi : Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :
1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dan dinamis, dan dialogis.
2) Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang di berikan kepadanya
• Untuk Permasalahan Yang I
Peserta didik yang sulit berkosentrasi ketika guru menerangkan pelajaran sangat berhubungan dengan guru yang professional adalah dalam menciptakan suasana pendidikan yang menyenangkan, kreatif dan dialogis. Seorang guru yang menciptakan suasana belajar seperti itulah di harapkan siswa tidak lagi sulit berkosentrasi.
• Untuk permasalahan yang ke II
Menurunya akhlaq peserta didik bisa disebabkan oleh beberapa factor. Bisa berasal dari lingkungan, kurangnya pendidikan agama dan budi pekerti dll. Oleh karena itu masalah yang ke 2 ini sangat berhubungan dengan UU RI No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 40 tentang pendidik dan tenaga kependidikan.

III. Rekomendasi (solusi)
Melihat berbagai permasalahan yang sudah di paparkan diatas, amak dapat diuraikan beberapa solusi sebagai berikutt :
1. Peserta didik sulit berkosentrasi, ketika guru sedang menerangkan pelajaran.
Sudah demikian banyak riset dan prsktik klinik yang menunjukkan bahwa metode untuk menangani masalah ini meliputi perpaduan antara tindakan medikasi dan pelatihan perilaku kognitif dengan menggunakan metode STOP THINK DO. Pengalaman riset dan klinis menunjukkan bahwa orang yang mengalami ketidakmampuan berkosentrasi ternyata menderita ketidakseimbangan kimiawi pada pusat-pusat perhatian subortikal di otak.
Sebagian besar anak-anak yang mengalami masalah tersebut ternyata memberikan respon positif terhadap medikasi untuk memperbaiki ketidakseimbangan kimiawi tersebut dan dapat menormalkan bagian-bagian otaknya yang signifikan, sebagaimana respon penderita diabetes terhadap insuliti. Obat yang sering di gunakan untuk medikasi bagi anak yang menderita gangguan konsentrasi adalah Ritalin (psychostimulants methylphenidate) dan dexamphetamine .
2. Menurunya moral dan ahlaq peserta didik.
Banyak peserta didik yang kurang memiliki sopan santun, baik disekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Pandangan simplistic menganggap semua kemerosotan ahlaq, moral, dan etika peserta didik di sebabkan gagalnya pendidikan disekolah . Oleh karena itu pendidikan agama haruslah ditingkatkan. Selain pendidikan agama, budi pekerti juga harus di tanamkan pada setiap peserta didik. Guru yang professional harus mampu memberikan teladan dan budi pekerti yang baik.
Kesimpulan dan rekomendasi penting dari wacana tersebut adalah pertama bahwa pendidikan budi pekerti bukan tanggung jawab sekolah saja, tetapi juga tanggung jawab keluarga dan lingkungan social lebih luas. Kedua, pendidikan budi pekerti sesungguhnya telah terkandung dalam pendidikan agama dan mata pelajaran-pelajaran lain.

IV. Penutup
Demikian uraian makalah yang dapat penulis sajikan, apabila terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun dalam pemaparan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan pastilah milik manusia karena itu, tidak lupa kritik dan saran selalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.





REFERENSI

Azyumardi Azra, 2002, Paradigm Baru Pendidikan Nasional, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta.
Hasil wawancara dengan Idyah Marnani (Guru Kelas. VI SDN Cemani 06 Grogol Sukoharjo, hari Sabtu, 22 Januari 2011.
Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Bumi Aksara, Jakarta.
Imam Mawardi, 2008, Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Studi Islam Al ‘Ulum Vol. I Edisi. I Februari-Agustus 2008, Diterbitkan oleh STAIMUS Surakarta.
Kunandar, 2007, Guru Professional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nana Sudjana Dalam Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
UU RI No 20 th 2003 tentang system pendidikan nasional, Aneka Ilmu, Semarang, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar